Konon hiduplah dua orang kakak-beradik. Dikisahkan bahwa pada suatu ketika keduanya sedang mengarungi lautan dengan sebuah kapal,sebuah ombak besar menghantam kapal mereka hingga pecah dan keduanya pun terpisah. Sang adik, yang kemudian dikenal dengan nama Kiki, terdampar di pulau tak berpenghuni, dan ia mencoba bertahan hidup dengan hidup didalam goa.
Hari-hari berganti, kala kiki duduk di bawah pohon, datanglah Kuji Liru dan Liku Liru, kakak-beradik dari kerajaan langit, untuk memancing bersama. Pertemanan menjadi perkenalan, dan perkenalan berkembang menjadi persahabatan.
Suatu ketika Kiki diajak bermain ke negeri atas. Di sana ia bertemu raja langit. Sang raja, melihat Kiki yang baik, memutuskan untuk mengangkatnya sebagai anak, dan Kiki berganti nama Kiki Liru. Selama berada di negeri atas, ia diberi sebidang tanah, untuk bercocok tanam. Sayang, apa yang ia tanam tak kunjung tumbuh karena rupanya ia bukan orang langit. Mengetahui hal ini, ia meminta raja langit menurunkannya kembali ke bumi. Dengan berat hati, sang raja pun mengabulkan permintaannya.
Setelah lama di bumi, Kuji Liru, si adik dari langit, datang menjenguk Kiki. Melihat pulau yang didiami Kiki sangatlah sempit, Kuji Liru sedih, kemudian ia menawarkan Kiki untuk mengambil dan menggunakan tanah dari negeri seberang dan Kiki menurutinya. Tanah yang ditinggali kini terus diambil dari negeri seberang, lama-kelamaan menjadi semakin besar hingga menjadi Pulau Sabu yang saat ini ditinggali masyarakat Sabu. Sementara negeri yang terus-menerus diambil tanahnya itu kini dikenal sebagai Raijua, pulau kecil di selatan Sabu.
Masyarakat Sabu memecayai adanya kekuatan dan kehidupan lain melampaui kehidupan di bumi. Sejarah terbentuknya kepualaun Sabu Raijua pun tidak lepas dari kepercayaan masyarakat akan adanya kehidupan di atas langit.
Sampai saat ini, masyarakat Sabu dengan teguh memegang keyakinan itu dan melakukan upacara adat sebagai tanda perjanjian yang diikat sekaligus ungkapan syukur atas keberadaan Pulau Sabu, tempat berpijak, tempat mereka melangsungkan seuruh karsa dan karya kehidupan.
Pembangunan Rumah di Sabu Raijua
Para lelaki mencari kayu yang digunakan sebagai tiang utama pembangunan rumah, sementara para perempuan mengambil daun untuk menutup rangka atap rumah. Dua tang ditancapkan sebagai kolom utama. Penancapan kolom-kolom sebagai struktur atap. Penancapan kolom-kolom untuk plat lantai dilanjutkan dengan pemasangan lantai. Pemasangan struktur untuk lantai dua. Lalu penyusunan rangkap atap, saat rangka atap selesai, disarungkan kain sabu di bagian atas Gala Benni (sisi perempuan). Kemudian saat pemasangan daun lontar sebagai penutup rangka atap, sang pemimpin upacara mengundang rakyat sekitar untuk turut membantu. Diakhir pemasangan penutup atap, dilakukan upacara pemberian makan rumah dengan cara memotong anjing atau hewan lain lalu dilempar ke atas atap dan selama pemasangan penutup rangka atap berlangsung, pemimpin upacara melemparkan hadiah (sirih pinang, kain tenun, dll) kepada rakyat yang turut membantu.. (Nira)