Birokrat Candu atau Candu Birokrat?

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Oleh Dedy Helsyanto

Tertangkap nya tiga PNS Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok yang memakai narkoba tentu menghadirkan beragam reaksi dan pertanyaan dari warga. Sebagai misal, akan ada warga Depok yang tak percaya jika PNS di kota yang dikenal dengan motto religiusnya, masih ada yang memakai narkoba. Mungkin juga ada warga yang khawatir dan berharap jika PNS yang ditangkap kemarin adalah yang terakhir, meski diketahui sifat peredaran narkoba berasal dari lingkungan pergaulan.

Tidak hanya sampai di situ, kasus narkoba di Depok sesunggguhnya bukan lah hal yang remeh dan baru. Direktur Hukum Badan Narkotika Nasional (BNN), Darmawel Aswar dari jauh-jauh hari sudah mewanti-wanti, Depok harus waspada dan Siaga Satu terhadap peredaran narkoba. Hal ini, jika dikaitkan dengan pernyataan Wali Kota Depok, Idris Abdul Somad yang keras akan melakukan pemberian sanksi dan tes urine kepada PNSsetelah penangkapan beberapa pemakai narkoba, terasa telah terlambat atau dapat dikatakan kecolongan.

Perubahan Mendasar

PNS atau ASN atau birokrat selama ini kerap mendapat pandangan minus dari warga. Birokrat sering dianggap malas bekerja dan rentan dengan praktik KKN. Bahkan baru-baru ini, Menteri PAN-RB, Asman Abnur mengungkapkan mayoritas PNS hanya lah berkemampuan sebagai juru ketik, dan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)pun sempat geram dengan beberapa birokrat DKI Jakarta yang kerjanya hanya menggosok batu akik saja.

Dengan pandangan seperti ini, kasus birokrat yang menjadi pemakai narkoba seakan melengkapi deretan kekurangan performa birokrat dimata warga. Kondisi ini tentu akan berdampak buruk terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada warga. Dan pemimpin atau kepala daerah pun lama-kelamaan akan dianggap sebagai representatif dari tindak-tanduk para birokratnya.

Untuk terhindar dari momok ini, seperti pada kasus PNS Dinas Pemadam Kebakaran yang mamakai narkoba, peran kepemimpinan dari Wali Kota Idris dapat menjadi azimat untuk melakukan perubahan. Wali Kota Idris dapat menjalankan wejangan dari Caiden (1969) yang mengatakan bahwa perbaikan birokrasi dapat dilakukan dengan menyentuh perubahan sistem dan nilai dasar.

Wali Kota Idris tak perlu repot dengan membuat blueprint baru bagaimana melakukan perbaikan birokrasi atau khususnya menghentikan pemakaian narkoba di kalangan birokrat melalui perubahan sistem dan nilai dasar. Wali Kota Idris dapat menengok beberapa pemimpin mulai dari internasional, nasional sampaidengan lokal. Seperti Presiden Filipina, Rodrigo Duterte yang memberikan hadiah Rp. 1,3 juta bagi yang membunuh para bandar narkoba, lalu Presiden Jokowi yang menetapkan hukuman mati bagi bandar narkoba, kemudian Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini yang marah-marah kepada pengedar narkoba saat pemusnahan miras dan narkoba serta Wali Kota, Bandung, Ridwan Kamil yang melakukan sidak dan memaki PNS yang mabuk saat melayani warga untuk pembuatan e –KTP.

Dari penetapan hukum, penindakan tegas dan pelibatan warga dalam perang terhadap narkoba, para pemimpin tersebutingin membuktikan bahwa tengah terjadi perubahan yang mendasar. Begitu pun dengan Wali Kota Idris, untuk menghapuskan pemakaian narkoba dikalangan PNS, tidak perlu menjiplaknya, tetapi dapat mengembangkan ide-ide dan tindakan dari para pemimpin tersebut, bukan seperti sekarang yang penanganannya terasaaccidentalatau dengan cara-cara sporadis semata.

MemberikanTeladan

Selain perubahan sistem dan nilai yang mendasar, yang juga penting dilakukan Wali Kota Idris adalah memberi keteladanan. Menyitir,Sosiolog, Arie Sudjito (2016), Ia mengingatkan banyak nya kasus penyelewengan kekuasaan adalah wujud kegagalan dari praktik keteladanan pemimpin.

Membicarakan keteladanan, sekali lagi kita sesungguhnya dapat bercermin dari banyak pemimpin. Mulai dari pemimpin agama sampaidengan pemimpin negara. Baru-baru ini misalnya pada kasus hadir nya Presiden Jokowi saat OTT Polri di Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu, ada yang mengatakan Presiden Jokowi terlalu berlebihan mengurus pungli, juga Presiden Jokowi dinilai ingin mengalihkan isu kontroversi Gubernur Ahok dengan Surat Al-Maidah ayat 51, dsb. Namun, Presiden Jokowi menjawab kritikan tersebut dengan pernyataan, pungli Rp. 10 ribu pun akan diurusnya demi rakyat dan Ia juga mengambil langkah nyata dengan membentuk Saber Pungli di bawah tanggungjawab Menkopolhukam, Wiranto.

Dari contoh ini, Wali Kota Idris dapat melakukan hal yang serupa. Wali Kota Idris tak perlu khawatir dengan tudingan pencitraan atau pun yang lainnya ketika memberikan keteladanan. Saat ini salah satu cara awal memberikan keteladanan adalah dengan blusukan atau turun langsung ke pusat permasalahan.

Wali Kota Idris dapat melakukan sidak di beberapa unit pelayanan strategis bagi warga. Melalui sidak ini harapannya Wali Kota Idrisakan mendapatkan kondisi nyata bagaimana karakter personal birokrat di Depok dan penilaian warga terhadap para birokrat.

Terakhir, dengan rekomendasi perubahan mendasar dan keteladanan kepemimpinan dari Wali Kota Idris, kini pilihan ada pada Wali Kota Idris, apakah ingin membiarkan semakin banyak birokrat yang candu dengan narkoba atau membuat warga Depok menjadi candu birokrat karena kualitas pelayanannya?.