Tak Sekadar Berucap Maaf

55820cf13dbcb.jpg

Ramadhan sebentar lagi tiba. Seperti biasa, akan banyak pesan berantai berisi ucapan maaf, entah atas nama pribadi atau keluarga. Baik sebelum memasuki bulan suci atau sesudahnya, pesan-pesan itu akan memenuhi media sosial kita.

Diawali dengan sebuah puisi atau semacamnya, bisa juga langsung ke intinya dengan menyebut minal aidin dan seterusnya, pesan yang disebarkan akan berbagai macam bentuknya. Ada yang panjang, ada juga yang pendek. Ada yang sampai menyertakan kutipan huruf Arab, ada yang sederhana saja. Semua hanya untuk satu tujuan yaitu meminta maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan.

Kebiasaan ini seperti telah melekat di kehidupan masyarakat kita. Terutama setelah media sosial seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, Line, dan sebagainya hadir di Indonesia. Walaupun sebelumnya sudah ada sebagian yang melakukannya via SMS, jumlah dan variasi pesannya tak sebanyak yang sekarang orang lakukan di media sosial.

BACA JUGA:  Hari Ini 14 Abad yang Lalu: Perang Badar dan Kemenangan Pertama Kaum Muslimin

Apapun mediumnya, orang-orang sekarang memanfaatkan kemudahan yang mereka punya untuk berkomunikasi lewat media sosial, dan meminta maaf sebelum dan sesudah Ramadhan jadi salah satu agendanya. Namun di balik kemudahan itu, sesungguhnya terdapat suatu lubang yang sangat besar.

Meminta maaf pada dasarnya harus diawali keikhlasan dan kerendahan hati. Itu bukan sekadar kegiatan yang dengan mudahnya bisa kita lakukan dengan mengucapkan kata “maaf”, apalagi hanya lewat pesan berantai atau status yang sifatnya tidak personal.

BACA JUGA:  6.000 Kali Khatam Alquran, Begini Metode yang Dilakukan Pesantren Nuu Waar AFKN

Ah… bagiku sih, kurang lengkap rasanya bila meminta maaf seperti itu. Enaknya, bertemu langsung dengan mereka yang pernah kita sakiti. Dengan begitu, semua masalah bisa terselesaikan dan mudah-mudahan dosa kita terampuni. Apalagi, tidak semua orang menjadi temanku di media sosial. Jadi tidak semua dapat kuhubungi lewat situ.

Yah kalau untuk menghubungi bibiku yang di Jambi, itu beda lagi, yang penting dia tidak kuberi pesan berantai yang isinya sama seperti ke semua orang. Aku takut, dia akan merasa dianggap kurang penting karena keponakannya tidak punya waktu untuk sekadar mengobrol dengannya.

BACA JUGA:  Ramadhan di Gaza, Lebih dari Sekedar Menahan Haus dan Lapar

Kebiasaan meminta maaf lewat media sosial memang tidak salah. Namun alangkah baiknya, jika pesan itu dibuat lebih personal. Kalau betul kita ikhlas ingin meminta maaf, maka sedikit kerepotan untuk menghubungi teman dan kerabat kita satu persatu tidak akan menjadi masalah bukan?

Brian Hikari Janna