Revitalisasi yang Tertunda

20160516_164051.jpgPasar tradisional kini mulai nampak bukan seperti pasar tradisional yang kita kenal. Pembuatan gedung atau revitalisasi pasar menjadi mirip seperti pasar swalayan. Belum lagi bangunannya yang bertingkat, semakin menambah citra itu bukan pasar tradisional. Bahkan tidak jarang kita menemukan lift dan eskalator di beberapa pasar tradisional.

Pasar Raya Munjul yaitu salah satu yang mendapat revitalisasi pasar. Namun revitalisasi yang sudah dikerjakan dari tahun 2015 itu belum selesai. Kabarnya, akan dimulai lagi pada tahun 2017. Alasan yang dikemukakan Amir, petugas keamanan pasar tersebut ialah kurangnya dana dan proyek tidak dapat diselesaikan. Beberapa LSM juga banyak yang mendatangi untuk menanyakan bagaimana kelanjutan proyek ini.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Strategi Komunikasi dalam Negosiasi: Kunci Memenangkan Kesepakatan

Sementara proyek belum selesai, pedagang lama ditempatkan sementara di penampungan. Tempatnya berada di belakang gedung tersebut. Sedangkan pedagang yang menjual sayuran atau barang-barang basah, masih berada di tempatnya.
Seharusnya anggaran yang sudah diperhitungkan, bisa digunakan sebaik-baiknya dan sesuai dengan kondisi lapangan. “Main tender sama proyek kontraktor. Sudah berapa persen jadinya, bayar. Sudah berapa persen jadinya, bayar. Jadi, tidak menentu. Nanti dibangun kembali dengan anggaran yang baru lagi,” ujar Amir.

Seharusnya pihak terkait bisa merinci dengan detail berapa anggaran yang harus dikeluarkan untuk revitalisasi pasar tradisional. Jika seperti hal ini, masyarakat akan bingung mau diapakan gedung itu? Semakin lama dibiarkan, gedung justru banyak mengalami kerusakan. Padahal, gedung itu baru dibangun. Bagaimana kalau sudah ditempati? Apakah akan layak dan menjamin keselamatan orang di dalamnya?

Di sisi luar bangunan, temboknya sudah mulai keropos. Bahkan pondasi dasarnya terlihat rapuh dan seperti bangunan yang sudah tua. Catnya juga sudah mulai mengelupas. Bagian dalam pun belum selesai semua. Baru lantai dasar yang dibangun, dan lantai dua belum diadakan pembangunan. Lantai bawah rencananya akan digunakan untuk barang kering seperti pakaian, peralatan rumah tangga, maupun toko sembako. Sedangkan lantai atas digunakan untuk barang basah seperti sayuran, ikan, dan daging-dagingan.

BACA JUGA:  Pentingnya Menggunakan Tumbler: Langkah Kecil dengan Dampak Besar bagi Lingkungan

Tiap kios akan diberi lahan sesusai tempat sebelumnya, yakni 1,5 x 2 meter. Dengan bangunan yang tidak seluas sebelumnya, dikhawatirkan lahan dalam gedung tidak mencukupi. Meskipun dibagi menjadi dua lantai, dengan keadaan di dalam ruangan seperti itu bisa mengurangi gerak para pembeli. Belum lagi gedung yang ditemboki kanan, kiri, depan, dan belakang akan membuat area dalam gedung semakin pengap. Ventilasi udara juga dirasa kurang cukup untuk mengatur sirkulasi udara di gedung itu.

BACA JUGA:  Evolusi Komunikasi: Dari Bahasa Isyarat hingga Kecerdasan Buatan

Gedung itu memiliki dua pintu di bagian depan dan belakang. Namun akan terasa sempit jika pengunjung membludak. Meski disiasati pintu depan sebagai pintu masuk dan pintu belakang sebagai pintu keluar, itu juga masih belum cukup mengatasi ketidakteraturan pengunjung nantinya. Sebelum dilakukan revitalisasi, pengunjung bisa masuk melewati sisi mana saja. Ini mengurangi penghambatan gerak di dalam pasar. Di sisi samping juga terdapat pintu kecil, namun belum tentu dapat mengatasi jika terjadi pembludakan pengunjung.

Bentuk revitalisasi bangunan tidak mesti dibuat seperti pasar swalayan yang tertutup. Seperti pada Pasar Cibubur yang sudah mengalami revitalisasi, tidak ditemboki kanan, kiri, dan depan. Jika dibuat bangunan tertutup seperti ini, akan membuang ciri khas dari pasar tradisional.

Ika Dyah Iswara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *