Perjuangan Hidup Seorang Kakek

Suara riuh dari berbagai penjuru masih saja terdengar gaduh di telingaku ketika menginjakkan kaki di Pasar Jaya Depok, sebuah pasar tradisional di daerah Depok yang terletak di Jalan Nusantara Raya, Pancoran Mas. Walaupun hari sudah menjelang siang, tidak membuat pasar ini sepi akan hiruk-pikuk penjual dan pembelinya yang sedang bertransaksi.

Terlepas dari ramainya pasar siang itu, kulangkahkan kaki untuk mulai membantu Ibuku berbelanja bahan pangan untuk kebutuhan sehari-hari. setelah lama berjalan aku putuskan untuk beristirahan sebentar di bangku panjang yang memang disediakan pihak pasar di beberapa tempat, sementara Ibuku melanjutkan berbelanja.

Bacaan Lainnya

Tidak berapa lama ada seorang kakek menghampiriku dan menawarkan jualannya kepadaku. Dengan pakaian yang lusuh, topi dan tas yang kusam, serta gendongan tempat es di tangan kanannya dan aksesoris rencengan di tangan kirinya, dia tersenyum padaku dengan deretan gigi yang hampir ompong. “Neng, mau beli es kue?” tanyanya padaku. Aku tertegung sesaat, lalu tanpa banyak berpikir aku menghampiri kakek tersebut.

Suparno,seorang kakek berusia 64 tahun yang sudah berkeliling sekitar pasar selama 11 tahun untuk menjajakan jualannya. Kontrakannya yang terletak tidak jauh dari pasar Depok Jaya, menjadikan pasar ini sebagai tempat tetap dia berkeliling.Tidak hanya di sekitar pasar, kakek paruh baya ini juga rutin pergi ke sekitar Stasiun Pondok Cina dan Stasiun Universitas Indonesia untuk berjualan. Dengan berjalan kaki dari kontrakannya dia menawari setiap orang yang ditemuinya, berharap barangkali ada yang tertarik untuk membeli es kuenya ataupun sekedar melihat aksesoris yang ia bawa.

Kakek itu tinggal seorang diri di kontrakannya, isterinya sudah meninggal dan anak-anaknya sudah menikah dan dibawa oleh pasangannya. Sebenarnya dia bisa saja pensiun dan berhenti berjualan, tapi karena dia tidak mau menyusahkan anak-anaknya dan merasa masih mampu untuk mencari uang mengapa dia harus pensiun, katanya padaku. Begitu kagum aku dengan semangat kakek yang satu ini.

Penghasilan yang didapat dari berjualan es kue dan aksesorisnya terbilang pas-pasan untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap harinya dia harus menyetor sebanyak 60 ribu kepada produsen es kuenya, mau jualannya itu dalam keadaan habis atau pun tidak. Sebenarnya dulu dia hanya berjualan es kue saja, namun suatu hari ada seorang mahasiswa yang menawarinya untuk berdagang aksesoris, untuk menambah penghasilannya.

“Pas waktu musim ujan ada mahasiswa yang datengin saya. Dia nanya ke saya gimana jualan esnya, udah laku berapa esnya? Ga laku banyak. Ya karena mungkin pas itu musim hujan jadi jarang yang beli es. Mungkin karena dia simpati ke saya, dia nawarin jualan aksesoris ke saya, katanya buat nambah-nambah penghasilan,” ceritanya panjang lebar. “ Ya saya yang penting ga minta ya, dikasih mau aja. Kalo ga mau nanti disangkanya sok, orang ga punya sok ga mau hehe,” tambahnya sambil tertawa. Aku hanya bisa diam dan menyimak semua cerita yang disampaikan kakek itu dengan seulas senyuman.

Betapa hebatnya kakek itu, dengan tubuhnya yang sudah mulai ringkih dia enggan untuk meminta-minta. Dia lebih memilih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri daripada harus meminta kepada anak-anaknya. Sebuah pelajaran berharga untukku, mau sekeras apapun hidup, mau seberat apapun masalah kita tidak boleh menyerah, selagi tubuh masih diberikan kesehatan oleh Sang Kuasa kita hanya perlu berikhtiar dan insyaallah, Allah akan membukakan jalan.

Ayuni Nurul Fitroh

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait