
Di usia yang tidak lagi muda, fisik yang tidak sekuat dulu, ia masih bertekat untuk melanjutkan hidupnya. Dengan berjualan harum manis dan mainan kincir angin.
Barang dagangannya tidak ia buat sendiri, melainkan ia pasok dari orang lain. Untuk harum manis, ia beli di Pasar Kebayoran Lama tiap harinya. Sedangkan mainan kincir angin ia pesan dari Kelaten, Jawa Tengah.
Sejak tahun 2015, Sarjo memutuskan untuk berjualan karena usianya sudah tidak memungkinkan untuk menjadi sopir. Sebelumnya ia pernah menjadi sopir taksi, sopir bemo di Pasar Santa, hingga menjadi sopir metro mini pernah ia lakoni. Kini, bapak beranak 3 itu berjualan keliling dengan sepeda ontel kesayanganya. Pukul 9 pagi ia mulai mengayuh sepeda dari rumahnya menuju Pasar Cipadu.
Pasar Cipadu merupakan Pusat Textile yang berada di sepanjang Jalan K.H. Wahid Hasyim, Kelurahan Cipadu, Kreo, Tangerang. Setiap hari pasar ini selalu ramai didatangi pengunjung yang hendak mencari kebutuhan tekstil.
Sarjo mengayun-ayunkan mainan kincir angin agar terkena angin sehingga menimbulkan bunyi yang cukup kencang. Dengan begitu ia berharap agar anak kecil tertarik dengan mainan yang terbuat dari bambu tersebut.
Sembari mengisap tembakau, ia tetap berusaha untuk menarik pembeli. Ada yang mengacuhkan kehadirannya, ada pula yang membeli dagangannya. Hanya untuk bernostalgia dengan mainan tradisional ataupun untuk melepas rindu dengan makanan yang biasa disebut ‘rambut nenek’.
Harum manis adalah jajanan yang sering dibeli saat masih kecil. Biasanya penjual harum manis lewat di depan rumah atauapun bisa kita jumpai di pasar. Kini, penjual harum manis sudah jarang kita jumpai. Karena kalah bersaing dengan jajanan baru yang lebih diminati.
Tiap hari Harum Manisnya yang dijual bisa habis 1 kg apabila ia rajin berjualan. Keuntungan yang diperolehnya tidak seberapa kalau dibandingan dengan semangat usahanya. Tapi menurut ia, keuntungannya cukup untuk hidup sehari-hari. “keuntungannya cukup untuk hidup sehari-hari asalkan saya jangan malas. Orang dagang mah jangan malas,” ujar Sarjo.
Manisnya harum manis yang dijual Bapak Sarjo tidak sebanding dengan kehidupannya. Ia tinggal seorang diri di Jalan Bahagia, Kreo Selatan, Larangan, Kota Tangerang. Istrinya berada di kampung halaman. Sedangkan anak-anaknya memilih hidup bersama suami masing-masing.
Semangatnya tidak pernah pudar untuk mendapatkan penghasilan yang halal. Menurutnya, dari dulu ia sudah terbiasa mandiri dan tidak mau merepotkan orang lain.
Meyda Risma Setyaningrum