Kisah Nenek Penjual Tisu di Pasar Tanah Abang

Sosok wanita paruh baya itu bernama Munirah. Munirah yang berusia 73 tahun itu setiap harinya menjual tisu di depan Pasar Tanah Abang Blok F, Jakarta Pusat. Ia menjul tisu kemasan dengan harga yang cukup murah, yaitu seharga 5 ribu rupiah per 2 kemasan. Nenek Munirah mulai membuka lapak dagangannya setiap pagi pukul 9.

“Neng, mau beli Tisu, ya?” ucapnya sambil tersenyum dan duduk di kursi yang terbuat dari kayu itu. Nenek Munirah yang berjualan tisu itu mengaku bahwa jam berjualannya tidak menentu. Terkadang kalau tisu yang Ia jual laris, Ia bisa pulang pada pukul 3 sore dan mendapat penghasilan sekitar 100 ribu rupiah perhari. Jika jarang ada pembeli, ia hanya bisa menghasilkan uang 30 ribu rupiah perhari dan mengaku akan membawa pulang tisu yang Ia jual itu. Setiap hari Nenek Munirah mengaku bahwa Ia menjual tisu kemasannya sebanyak 50 kemasan dan mengambilnya dari agen tisu. Jika tisu tidak terjual semua, maka Nenek Munirah dengan terpaksa mengganti rugi dengan agen tersebut. Nenek Munirah mengaku bahwa ia mendapatkan sedikit modal berjualan tisu berkat uang pensiun dari suaminya yang sudah meninggal.

Bukan tanpa alasan Nenek Munirah menjual tisu. Ia mengaku bahwa menjual tisu dinilai ringan dan tidak memberatkan dirinya, terlebih dia sudah tua. “Ibu hanya bisa jualan tisu, neng! Kalau jualan yang lain kan berat. Tisu itu enteng”. ujarnya yang memakai baju hitam sambil tertawa.

“Ibu tinggal di kolong jembatan, Neng! Kolong jembatan situ, tuh”. ujarnya sambil menunjuk area jembatan Tanah Abang. Ia mengaku tinggal seorang diri di bawah kolong jembatan Tanah Abang. Nenek Munirah mengatakan bahwa Ia tidak memiliki anak dan suaminya sudah meninggal. Keluarga Nenek Munirah sudah lepas tangan dan mengatakan bahwa mereka sudah tidak lagi peduli dengannya.

Keuntungan yang didapat dari menjual tisu tidak seberapa untuknya dan digunakan hanya cukup untuk memenuhi keperluan makan sehari-harinya. Itulah alasan mengapa Ia tidak mencari rumah untuk mengontrak, karena penghasilan yang didapatkan amatlah sedikit. Nenek Munirah mengatakan hasil penjualannya diberikan kepada agen tisu tersebut dan hanya mengambil sedikit keuntungan. Tidak peduli seberapa laku tisu itu terjual, Ia diminta agar memberikan hasil penjualannya kepada agen tisu tersebut.

Banyak yang berjualan tisu sama seperti dirinya. Namun, Ia optimis dan tidak menjadikan orang lain yang berjualan sama dengan dirinya sebagai saingannya. “Tidak, Neng! Tidak saingan Ibu, mah. Semuanya sama saja, karena rezeki kan sudah ada yang mengatur”. Ia juga tidak peduli apa yang orang lain katakan padanya, jika Ia yang sudah tua masih saja bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan sehari-harinya.

Nenek Munirah menjadi salah satu bukti bahwa di usia senja tidak menghalanginya untuk bekerja keras. Ditambah dengan hidupnya yang hanya seorang diri, tidak memiliki keluarga. Hal positif ini harus dicontoh para kawula muda untuk bekerja lebih giat lagi agar bisa hidup layak dan sejahtera. [Suhaiela/PNJ]